Sabtu, 12 Agustus 2017

Bagaimana

Berjuta mimpi hinggap dan terbang layaknya kumbang perawan...
Bermilyaran upaya dilakukan layaknya mimpi janda kembang...
Namun,
Bagaimana ku tanya..
Lakukan kataku...
Dilema menguasai bait-bait senja dalam hati...

Ucapan yang hanya ku dengar olehku sendiri,,,
Gumaman yang hanya ku nikmati sendiri..
Jadilah aku sang pelaku

Peliknya rumbai-rumbai jejalanan
Sempat menggemparkan andrenalin sang jiwa...
Namun kobaran formula api, mampu membakar aku yang menjadi sang pelaku..

Penjarakan diri, bukan jawaban
Lakukan, lakukan, lakukan
Bunuh masa lalu, curi peluang terbaik, rampok kesuksesan
Dan jadilah sang pelaku yang tak gentar
masih dalam gumamku bersyair

(Jember, 12 Agustus 2017)

Melodi Sabtu Malam

Elok jejalanan tak lagi terseduh
Cecamaran tak kunjung pudar, 
Masih menjamur di bibir dedaunan malam
Pukul 22:37 katanya...
semakin bergerombol gumamnya...
tapi tak lagi tampak musim diantaranya...
ah sudah biasa celetuknya...
kung... kung.. kung...
cring... cring.. cring...
Semakin menggebu, semakin menggelegar bak rerintihan tahun 45
Terdengar seperti melodi cinta...

Jember, 12 Agustus 2017

Kamis, 10 Agustus 2017

Kapan, Nanti

Senja merajut dipelupuk...
Nyanyian ombak mengayun sayu di daun telinga...
Berlari menyambut senja, bukan berlari menyambut dia..
dia... ya .. memang dia
dia dia dia dan dia
bahkan tak ada yang mengerti siapa dia
untuk apa dia, bagaimana dia...

hati yang masih tersegel dengan ria ..
masih tak gentar dengan dia...
ya.. dia... 
dia dia dia dan dia
yang bahkan belum menampakkan wujudnya...

kapan?
meski logika ini berdendang ria dengan lirik terbarunya "kapan"
namun hati yang berpose kuat ini, masih keukeh memainkan melodi yang bertajuk "nanti"
tubuh ini bagaikan kapal yang dinahkodai oleh dua nahkoda sahabat..

andai bibir ini berkuasa untuk bicara...
andai mata ini berhak untuk meneteskan hanya setetes airmata saja...
namun fakta selalu tak bergeming sahabat... 

meski.. dambaan akan pelukan hangatnya...
genggaman erat jemarinya...
tiupan sejuk nasihatnya...
hati tetaplah keukeh memainkan melodi terhebatnya "nanti"
.....

(Jember, 10 Agustus 2017)

Malammu Tak Berujung Tuan

Tuan... 
Sunyi tengah membalut malamMu...
Bahkan sepoi mengiringi nur lenteraMu...
Bebunyian subuh tertunda tuk terdengar
Hanya beberapa rinding yang tercengar...
Pelukan hangat pundi-pundi dahanapun tak lagi terasa hangat

Tuan...
Rundukan insan yang menengadah tak pudar...
Sepertiga dari waktu malam milikmu tak ingin terhenti dari hembusan nafas ini....

Malammu Tak berujung tuan...
bisakah? mungkinkah?
bahkan kini malampun tak lagi dikenal 
siang pun tak terasa akan siang...
mungkinkah waktu pembalasan sudah mendekati indra insan Mu ....

Tuan... 
malam ini berada di malamMu...
pagi ini berada di malamMu...
Siang ini berada di malamMu...
Sore ini berada di malamMu...
ataukah hari-hari insanMu hanya terselubung oleh kekelaman...

(Jember, 10 Agustus 2017)

Selasa, 19 Mei 2015

Perutku Bukan Perutmu

Lemah lunglai tak daya
Lapar tuanku... 
Hamba lapar..
Memohonpun tak guna, menangispun tak kan geming...
Haruskah berteriak? 
tidak.. bahkan berteriak pun kan sia-sia...
Diamkah? diamlah...
Diam adalah pilihan yang sempurna katanya..
Karena itu perutmu....

Seperti kata mereka mereka yang berdasi duduk di kursi sofa berlapis berlian permata
Dengan kengkuhannya "Itu perutmu hey rakyat jelata !"

Merangkak di tengah terik surya tepat di ubun-ubun
Mengais-ngais sisa-sisa nasi buangan 
Peluh setiap peluh yang terkumpulkan kembali ke kantong mereka ..
dan kami..? 
Kami mengemis belah kasihan ketika mereka menutup mata dan telinga...
hingga akhir tak berdaya..
Hingga akhir itu perutmu bukan perutku..
karena perutku bukan perutmu...

Rabu, 17 Desember 2014

"Tak lebih dari sekedar bayangan"

Meski aku tak dikenal olehnyaMeski aku tak dilihat olehnya
Namun aku selalu melihatnya dari sini
Dan aku tak berharap dia tau aku disini yang selalu memandangnya
Senyumnya selalu berkeliaran di seluruh darah ini
Paras wajahnya selalu terbayang disetiap mata memandang
Sudahlah.. ya sudahlah
Biarlah.. ya biarlah
Segalanya tak lebih dari tetesan embun yang bisu
Segalanya tak lebih dari pengakuan yang semu
Dan aku tak lebih dari sekedar bayangan yang terhempas angin lalu
Doaku.. yah,,, doaku selalu mengiringi setiap langkahnya
Mimpinya,, yah mimpinya terbalut indah disetiap hembusan nafasnya
Harapannya.. yah harapannya terbungkus rapi disetiap kerja kerasnya
Peluhnya membangkitkan segala kelemahan yang terbesit dalam jiwa
Untuk melihatnya aku malu
Untuk memandangnya aku tak perlu memimpikan kehadirannya
Untuk mendoakan kesuksesannya aku tak berharap akan balasannya
Karena diri ini sadar
Aku tak lebih dari sekedar bayangan yang dikenali olehnya